Siapa yang tak kenal ARYA DWIPANGGA kakak ARYA KAMANDANU dalam serial silat tutur tinular , ARYA DWIPANGGA merupakan putra sulung dari MPU HANGGAREKSA dari kurawan. Arya dwipangga sangat ahli di bidang sastra dan sering menggaet wanita-wanita cantik dengan puisi serta syair-syair manisnya. Pekerjaannya sehari-hari hanya membuat puisi dan syair serta mabuk-mabukan, dia juga tidak mau berlatih kanuragan seperti adiknya. kerena kelakuan buruklnya arya dwi pangga merampas nari ratih kekasih arya kamandanu dengan menodainya, kemudian setelah menikah dengan nari ratih kelakuan edannya masi belum berubah malah tambah parah. Tak lama berselang arya dwipangga jatuh hati lagi pada meishin kekasih baru arya kamandanu dari tiongkok, dengan puisi-puisi serta syair-syair gombalnya meishin goyah juga kemudian arya dwipangga menodai meishin dengan kejamnya. Karena suatu kejadian arya kamandanu marah (mungkin ada kaitanya dengan nari ratih yang meninggal serta anaknya nari ratih yg ditelantarkan?? Hmm penulis lupa ) Mendapatkan kejadian itu arya kamandanu naik pitam dan menghajar arya dwi pangga dan dia terjatuh di sebuah jurang yang dalam. Didalam jurang dia bertemu kakek sakti dan mengajarkannya kanuragan dan silat, singkat cerita setelah keluar dari dalam jurang dia menjadi sakti mandra guna dan mendapatkan julukan PENDEKAR SYAIR BERDARAH.
AJIAN KIDUNG PAMUNGKAS
ARYA DWIPANGGA
Ketika kata-kata
Sudah tidak bisa menjawab
tanya
Maka bahasa pedanglah
yang bicara
Bahasa para ksatria
Bahwa bumi menuntut
sesaji darah manusia
Pedang
Taring betara kala sedang
di amuk murka
Amarahnya menelan
rembulan jadi gerhana
Bumi
Gelap pekat menangis air
mata merah
Gemerlap kilat pedang
menusuk dunia
Darah mengalir dari ujung
pedang kekuasaan
Tergelar dari ujung
pedang
Sebagaimana derita juga
tergelar dari ujung yang sama
syair - syair berdarah
berjalan mengikuti
hembusan angin
menapak di sunyinya alur
kehidupan
bait demi bait terfatwa
mematikan
menusuk dalam jantung
kehidupan
merampas hatimu dengan
serakah
ku mainkan nada-nada
asmara
untuk mengoyak suci
menjadi lara
ku renggut paksa indahnya
anganmu
wahai ...wanita
terlentanglah pasrah
sambut birahiku seribu
kutuk
ku desah pelan
syair-syair berdarah
merona merah merenda kata
semilir api menyentuh
menyungkup
membanjiri tubuhmu beriak
membara
mengelora panas dalam
gejolak
aku pendekar syair
berdarah
setiap desah adalah
pujangga
hembusan angin adalah
iramaku
menyebar mutiara sang
kata cinta
syair berdarah melumat
hawa
Pendekar syair berdarah
ku berjalan terseok tanpa
arah
melantunkan indah nada
nada prahara
merenggut paksa insan
bercinta
kutebas murka pedang
berdarah
memutus kasih luka kecewa
syair berdarah menyebar
angkara
aku tak percaya dengan
cinta
sudah kucari ke pelosok
dunia
tapi cinta tak punya rasa
hanya bergumul nafsu
gairah
takkala cinta dua manusia
menyatu peluh raungan
manja
Aku kau usir pergi saat
masih ingin menyusuri padang hatimu
Kini biarkanlah jalanku
berlinang darah
rembulan memapahku
perlahan menuju maut abadi...
"Aku datang dari
balik kabut hitam
Aku mengarungi samudera
darah
Akulah pangeran kegelapan
Kan kuremas matahari di
telapak tanganku
Kan kupecahkan wajah
rembulan, pecah terbelah
Dengan KIDUNG PAMUNGKAS
Kan kubuat dunia berwarna
merah...!"
"Kematian adalah
kidung indah dalam hidupku
kematian tercium dari
ujung ujung pedangku
kubeberkan dosa pada
setiap tetes darahku
sembari kusiramkan api
neraka
ke sekujur
tubuhmu..."
"Akan kulumuri
wajahmu dengan darah
manusia yang paling
terkutuk
kematian didalam nafasku
kematian di ujung ujung
pedangku
kata membuat mantra
mantra menyusun daya
daya mantraku
mengunci semua daya
daya mantraku
menyerang pikiran
manusia
kiduuuung
pamungkaaaaas...!"
"Kepalsuan selalu
menipu bumi
yang lembut dan jujur
topeng topeng putih yang
semuci suci
selalu laris terjual di
pasar pasar
di warung warung
karna terlalu banyak
manusia busuK
ingin menutupi
kebusukannya
aku datang dari balik
kabut merah
terbang melintasi samudra
darah
akan ku pecah wajah
rembulan malam
akan kubuat isi alam
menjadi kelam
akulah pangeran kegelapan
kidung pamungkas !
PUISI
ARYA DWIPANGGA - DENDAM ABADI
Jangan ada suara kalau
syairku sedang bicara
Karena suaraku ingin
memutar balik cakra dunia
Kenapa orang bijak bicara
dengan jumawa
Tidak ada yang abadi di
dunia ini
Kecuali ketidakabadian
itu sendiri
Padahal duka hidupku
abadi
Luka hatiku abadi
Pagi mengusir malam
Siang menghardik embun
Dan malam menelan
matahari juga abadi
Dari waktu ke waktu
Sampai ratusan abad sejak
alam mayapada
Digelar para dewa
Dendamku pada Kamandanu
juga abadi
Begitu juga dendamku pada
nasib juga abadi
oooh...
Akan kutebar gelembung
dendam rahwana
Menyebar ke seluruh
mayapada
Menutup kayangan di
puncak Mahameru
PUISI ARYA DWIPANGGA -
LENGUH
Menari
Malam nanti rembulan
kelabu
Duka menyelimuti kakiku
Linang darah, luka
perpisahan
Kabut tebal suara malam
Debur.. Deru..
Alam semesta kutuklah
cintaku
Terus kutuk sampai kau
puas mengutuk
Ingin kususuri lagi
rimbun rambutmu
Dengan dengus rinduku
Ingin kuhirup lagi sepoi
Semerbak wangi
pori-porimu
Maharani
Cleopatra
Nariratih
Subadra
Darah ini masih mendebur
Gairah mengguntur
Sampai angkara hancur
lebur
Cinta.. cinta..
padamu tak kunjung hancur
Masih kusimpan sisa
desahmu
Lenguhmu
PUISI ARYA DWIPANGGA -
SENDIRI
Malam sang penjaga
kalutku
Bukan kuata rindu kugelut
Lain rasa pada wajah
seraut
Masih sendiri kembara
derita memagut
. . .
Mendebar semesta hati
rengut
Kugambar wajahmu pada
lembar rerumput
Angin mendera gelap rasa
ia rebut
Tuntas kalut, gemelut,
jiwamu jiwamu…
. . .
Sedih kudilayangi layang
wajahmu
Ingin sauh kulempar jauh
Lembing lengking
Lenyap musnah dalam
persinggahan maut
. . .
Apa daya kubenam segala
rasa
Dalam gelora lautan darah
Kuturuti hanyut gelora
Nada.. sebersit kata..
. . .
Sendiri
Berbisik rinduku berisik
“Matilah kau Mar.."
SYAIR DUKA ARYA DWIPANGGA
Oh betara,
Sudah sulit ku bedakan
hidup dan siksa
Setiap nafas dan langkah
ku raja derita
Oh betara,
Buka matamu dan saksikan
derita ku
Telah kau kalahkan aku
dengan tangan perkasamu
Oh betara,
Kini mimpi-mimpiku pun
hitam gelap
Segelap bola mata ku
Letih sudah kaki
menyelusuri lembah
Tapi,
Perjalanan tidak kunjung
usai
Tidak terperih luka
Carut marut oleh onak
duri
Oh..
Perih luka ternyata jauh
lebih perih jiwa
Gemulung halimun menutup
jalan semua jalan
Tapi aku tetap ingin
pulang
Dewa,
Kembalikan masa bocahku
kedalam jiwa
Jangan peluk akhir
perjalananku
Aku masih punyak rindu
Yang belum pupus
Jemariku belum lagi
menyentuh bayang-bayang mimpi ku
Jagat dewa batara,
Sejuta kutuk pasu ku
tadah dengan dada terbuka
Tapi belum juga kau
satukan aku dengan anak-anakku
Oh..
Hanya rindu yang meratapi
dosa-dosa
Busuk
Satu-satu
Orok dosaku mengering
sudah
Satu-satu
Bayangan masa datang
terasa benderang
5 comments:
Gambar Arya Bipangga di atas terlalu berlemak untuk seorang pemabuk.
Namanya buatan Indonesia boss!
😀😀😀
Tp syair²nya itu super mantap ketika dibawakan.
Sekali² tontonlah tutur tinular.
😇😇😇
Aku sair-sairnya. Menggambarkan bahwa penulis cerita sandiwara radio ini jago bikin puisi.
Siapa yg jago? Dwi pangga? Atau sang sutradara?
Yang melunturkan semua ilmu dari Arya Dwipangga adalah MPU lingga dengan sebuah kidung yang akhirnya menyebabkan dia buta
Post a Comment